BAB I Pendahuluan
Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan, dimana
pulau-pulaunya terbentang luas dari Sabang hingga Merauke. Dengan banyak nya
pulau yang terdapat di Indonesia, maka banyak pulau keragaman akan budaya,
suku, ras, etnik yang terkandung di dalam nya. Pada masing-masing suku juga
terdapat adat istiadat, dimana adat istiadat ini saling berbeda antara satu suku
dengan suku yang lain nya.
Contohnya saja pada masyarakat Ketapang,
terdapat acara adat yaitu Upacara Adat Mandi Safar. Tradisi ini telah turun temurun dilakukan
oleh masyarakat Ketapang karena dipercaya sebagai upaya menolak bala di bulan
Safar. Bulan Safar dipercaya sebagai bulan yang banyak mengandung bahaya. Oleh
karenanya, Mandi Safar ditujukan untuk membersihkan diri agar terhindar dari
bahaya (bala) tersebut.
Upacara mandi safar merupakan salah satu
upacara adat yang terdapat di Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Di kalangan
masyarakat Ketapang, tradisi yang dilakukan pada bulan kedua dalam penanggalan
kalender Hijriyah ini erat kaitannya dengan budaya Islam. Meskipun tidak
termasuk kewajiban dalam hukum Islam, tetapi tradisi Mandi Safar sangat kental
dengan nuansa Islam. Misalnya saja asal-usul Mandi Safar diambil dari beberapa
kejadian yang dialami para nabi terdahulu yang terjadi pada bulan Safar,
seperti diselamatkannya kapal Nabi Nuh dari bahaya banjir, terhindarnya Nabi
Ibrahim dari api, dan lolosnya Nabi Musa dan Harun dari kejaran tentara Fir’aun
dengan cara membelah Laut Merah (M. Natsir, 2007:33).
Mengambil hikmah dari beberapa kejadian yang
menimpa para nabi terdahulu, masyarakat di Ketapang percaya bahwa bulan Safar
mengandung banyak bahaya. Untuk menghindarkan diri dari bala, maka ditempuh
beberapa cara seperti memanjatkan doa, menambah amalan dengan cara berdzikir,
dan melakukan ritual mandi.
BAB II ISI
Pembahasan
1.
Waktu
dan Tempat Pelaksanaan Mandi Safar
Upacara Mandi Safar dilakukan pada hari Rabu minggu terakhir di bulan
Safar (Natsir, 2007:32). Pada hari tersebut, masyarakat yang akan melakukan
ritual Mandi Safar tidak melakukan pekerjaan sebagaimana biasanya. Mereka hanya
menunggu sampai waktu Mandi Safar tiba, sambil menyiapkan segala peralatan
untuk Mandi Safar.
Umumnya ritual Mandi Safar dilakukan di beberapa tempat, seperti di
pantai, muara sungai, persimpangan aliran sungai, parit-parit kecil, maupun di
dalam rumah (kamar mandi) (Natsir, 2007:34-36). Kadangkala sebelum
memutuskan untuk menentukan tempat Mandi Safar, terlebih dahulu diadakan
pertemuan warga. Dalam pertemuan tersebut diputuskan untuk menunjuk lokasi tertentu
sebagai tempat untuk mengadakan Mandi Safar.
Tidak jarang hasil akhir keputusan rapat menunjuk suatu tempat
pelaksanaan ritual Mandi Safar yang jauh dari dari kampung di mana masyarakat
setempat tinggal. Meskipun demikian para warga tetap menjunjung tinggi hasil
keputusan rapat dan berusaha melaksanakannya dengan sistem gotong royong.
Misalnya saja para warga melakukan iuran untuk menyewa beberapa bus yang
nantinya akan dijadikan sebagai sarana transportasi ke tempat pelaksanaan Mandi
Safar (Natsir, 2007:36).
2.
Peralatan dan Bahan Ritual Mandi Safar
Seperti dikutip dalam Natsir (2007), sebelum pelaksanaan ritual Mandi
Safar, terlebih dahulu disiapkan beberapa peralatan upacara yang terdiri dari:
1. Air tolak bala.
Air yang dimaksud adalah air bersih yang
digunakan untuk mandi. Air ini dimaksudkan sebagai sarana untuk membersihkan
diri (melunturkan) dari bala.
2. Air
doa.
Air doa merupakan air bersih yang telah
diberi mantra (doa). Air ini kemudian diminum oleh orang-orang yang mengikuti
ritual Mandi Safar.
3.
Daun menjuang.
Daun menjuang merupakan tanaman yang banyak
tumbuh di Kalimantan Barat. Daun yang bentuknya lebar ini kemudian ditulisi
dengan tulisan arab yang diambil dari ayat dalam Al-Qur’an yang disebut dengan
Salamun Tujuh (tujuh kesejahteraan).
Daun Menjuang
Selain digunakan sebagai alat dalam Mandi
Safar, daun menjuang juga digunakan sebagai alat dalam upacara tolak bala pada
masyarakat Melayu Sambas. Daun tersebut dijadikan alat pemercik tepung mawar
yang digunakan untuk menolak bala. Tepung mawar adalah tepung beras yang
dihaluskan kemudian dicampur dengan kasai langgir dan diseduh dengan air
bersih.
4. Ketupat lemak dan kue-kue tradisional.
Makanan ini digunakan sebagai pelengkap
karena Mandi Safar merupakan tradisi di mana banyak orang berkumpul untuk melakukan
ritual Mandi Safar, mulai dari keluarga, para pendatang, sampai orang-orang
dari berbagai suku. Sebagai media interaksi, biasanya para peserta Mandi Safar
akan saling menawarkan kue tradisonal atau ketupat lemak kepada para peserta
Mandi Safar (Natsir, 2007:40).
3. Prosesi
Upacara
Bisa dikatakan prosesi ritual Mandi Safar telah dimulai sejak subuh di
hari Rabu minggu terakhir pada bulan Safar. Setelah salat Subuh, orang-orang
yang akan melakukan ritual Mandi Safar menyiapkan segala macam peralatan dan
bersiap menuju tempat yang telah menjadi kesepakatan, baik secara rombongan
maupun individu.
Secara umum, tempat pelaksanaan Mandi Safar dapat dikategorikan pada dua
tempat, yaitu di dalam dan di luar rumah. Ritual Mandi Safar di dalam rumah
biasanya dilakukan di kamar mandi layaknya mandi besar pada umumnya. Sedangkan
ritual Mandi Safar yang dilakukan di luar rumah, sebagaimana telah dijelaskan
dalam sub-bab tempat, dilakukan di sungai, parit, maupun pantai. Meskipun
terdapat dua tempat sebagai lokasi pelaksanaan, akan tetapi pada dasarnya
prosesi Mandi Safar memiliki persamaan di antara keduanya.
Prosesi pertama dari ritual Mandi Safar adalah mempersiapkan daun
menjuang yang selanjutnya diserahkan kepada tetua kampung atau orang yang
dianggap memiliki ilmu agama yang cukup tinggi. Selanjutnya daun menjuang
ditulisi potongan ayat Al-Qur’an yang disebut dengan Salamun Tujuh (tujuh
kesejahteraan). Penulisan di atas daun menjuang mempergunakan benda-benda keras
seperti lidi yang dibuat menyerupai pensil dengan ujung yang dilancipkan
(Natsir, 2007:38).
Tahap selanjutnya yaitu merendam daun menjuang ke dalam air bersih. Air
yang telah direndam daun menjuang selanjutnya dipergunakan untuk Mandi Safar
atau diminum. Masyarakat yang melaksanakan ritual Mandi Safar percaya bahwa
bala dapat dihindari dengan cara meminum atau mandi dengan air rendaman daun
menjuang. Selain direndam ke dalam air bersih, fungsi daun menjuang sebagai
tolak bala juga bisa dilakukan dengan cara menggantungnya di atas pintu rumah
(Natsir, 2007:38).
Sedangkan untuk proses mandi tidak diatur dengan syarat khusus. Mandi
Safar dilakukan seperti halnya mandi besar pada umumnya. Yang penting seluruh
bagian tubuh dari ujung rambut kepala sampai ujung kaki dibasahi dengan air.
Tujuannya adalah menghanyutkan bala seiring dengan guyuran air bersih yang
dilakukan saat mandi.
Sedikit berbeda dengan orang-orang yang melakukan ritual Mandi Safar di
rumah, keluarga yang bertempat tinggal jauh dari lokasi ritual Mandi Safar
biasanya menyiapkan bekal makanan, seperti kue maupun ketupat lemak. Kue maupun
ketupat ini nantinya dijadikan bekal perjalanan maupun dimakan setelah sampai
di lokasi. Kue maupun ketupat ini nantinya tidak hanya dimakan oleh anggota
dalam satu keluarga, melainkan bisa ditukar maupun dibagikan kepada keluarga
yang lain, bahkan tidak jarang kepada orang-orang yang tidak dikenal sekalipun.
4. Doa-Doa
Dalam prosesi Mandi Safar, sebelum acara mandi besar dilakukan, terlebih
dahulu tetua adat memimpin doa memohon keselamatan untuk menghindarkan diri
dari bala. Doa keselamatan dirangkum ke dalam satu istilah yang disebut dengan
doa Salamun Tujuh. Doa Salamun Tujuh mengandung makna permohonan untuk
kesejahteraan bagi seluruh alam; ucapan syukur kepada nabi dan rasul yang
terhindar dari bahaya; dan untuk menghindarkan diri dari bala yang terjadi pada
hari-hari yang dianggap nahas, yaitu mulai terbitnya matahari pada hari Rabu
sampai keesokan harinya (hari Kamis) (Natsir, 2007:40).
5. Pantangan dan
Larangan
Pantangan dan larangan yang umumnya diketahui oleh masyarakat di
Ketapang sebagai pelaku ritual Mandi Safar adalah tidak melakukan pekerjaan
dengan risiko tinggi, tidak mencari nafkah di laut, dan tidak menyakiti
binatang. Pantangan atau larangan tersebut dimaksudkan untuk menghindari
malapetaka yang menimpa para warga (Natsir, 2007:40).
6. Nilai
Seperti dikutip dalam Natsir (2007), beberapa nilai yang terkandung
dalam ritual Mandi Safar adalah:
- Mandi melambangkan
hakikat penyucian diri dan mengambil berkah dari apa yang pernah dirasakan
oleh para nabi dan rasul pendahulu.
- Ketupat
melambangkan perginya bencana yang datang menimpa keluarga.
- Daun menjuang yang
ditulisi Salamun Tujuh (tujuh kesejahteraan) mengandung makna permohonan
untuk kesejahteraan bagi seluruh alam; ucapan syukur kepada nabi dan rasul
yang terhindar dari bahaya; dan untuk menghindari diri dari bala yang
terjadi pada hari-hari yang dianggap nahas, yaitu mulai terbitnya matahari
pada hari Rabu sampai keesokan harinya (hari Kamis) (Natsir, 2007:40).
BAB III Penutup
Kesimpulan
Ritual adat Mandi Safar merupakan salah satu tradisi di kalangan
masyarakat di Ketapang, Kalimantan Barat. Ritual ini telah menjadi tradisi yang
turun-temurun dilakukan oleh masyarakat pelestarinya.
Safar dipandang sebagai bulan yang mengandung banyak bala. Oleh
karenanya masyarakat di Ketapang berusaha untuk menghindarkan diri dari
pengaruh bala. Salah satunya adalah melakukan ritual Mandi Safar. Masyarakat
Ketapang percaya bahwa air yang digunakan untuk mandi dapat berfungsi sebagai
media untuk melunturkan bala seiring dengan mengalirnya air dari ujung rambut
kepala sampai ujung kaki.
Hari Rabu minggu terakhir adalah waktu di mana masyarakat Ketapang
melakukan ritual Mandi Safar. Mulai pagi hari setelah salat Subuh, masyarakat
yang akan melakukan ritual Mandi Safar telah mempersiapkan segala jenis
peralatan yang digunakan untuk menunjang ritual Mandi Safar. Beberapa persiapan
di antaranya adalah daun menjuang dan ketupat lemak.